✓ KH. ABDURRAHMAN WAHID
Though hope is frail...It's hard to kill
Who knows what miracle...You can achieve
When you believe
Somehow you will...You will when you believe
(When You Believe by Mariah Carey & Whitney Houston)
Kutipan lagu "When You Believe" dari Mariah Carey dan Whitney Houston tersebut ternyata bukanlah lagu biasa. Lagu tersebut seakan menjadi mantra yang membuat jutaan orang dan umat manusia percaya bahwa kita pasti bisa, selama kita percaya akan segala kemampuan yang ada pada diri kita.
Karena lagu tersebut lah yang telah meng-ilhami saya sebagai penulis kisah ini untuk menulis dan memunculkan tulisan ini supaya dapat di simak.
Melalui tulisan ini, Anda bisa melihat bagaimana perjuangan seseorang seperti Kyle Maynard yang terlahir dengan keterbatasan fisik bisa dan sanggup menjadi seorang pegulat nomor satu dunia serta tak tertandingi walau ia tidak memiliki tangan dan kaki. Ada juga Brad Cohen, seorang penderita Tourette Syndrome yang berhasil menjadi guru teladan.
Tulisan ini begitu jelasnya memaparkan tentang orang-orang cacat yang percaya akan keajaiban jika mereka bisa berprestasi seperti orang-orang normal lainnya atau bahkan bisa dan sanggup untuk melebihinya.
Dari negeri sendiri, Anda bisa lihat perjuangan Gola Gong yang mampu menjadikan dirinya sebagai penulis terbaik, walau ia sudah kehilangan tangannya sejak kecil. Ada juga Angkie Yudistia, seorang penderita tunarungu yang berhasil menjadi seorang penulis buku dan public relation, serta masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya.
Kisah-kisah ini bukanlah kisah-kisah biasa, karena melalui kisah-kisah ini, Anda bisa termotivasi sehingga Anda bisa yakin dan dengan lantangnya akan mengatakan "I Know I Can".
Kisah-kisah ini berdasarkan pada kisah-kisah yang real, nyata, juga sesungguhnya dan pernah terjadi di dalam kehidupan yang nyata ini, juga di kutip dari sumber yang dapat dipercaya dan bisa di pertanggung-jawabkan.
Karena lagu tersebut lah yang telah meng-ilhami saya sebagai penulis kisah ini untuk menulis dan memunculkan tulisan ini supaya dapat di simak.
Melalui tulisan ini, Anda bisa melihat bagaimana perjuangan seseorang seperti Kyle Maynard yang terlahir dengan keterbatasan fisik bisa dan sanggup menjadi seorang pegulat nomor satu dunia serta tak tertandingi walau ia tidak memiliki tangan dan kaki. Ada juga Brad Cohen, seorang penderita Tourette Syndrome yang berhasil menjadi guru teladan.
Tulisan ini begitu jelasnya memaparkan tentang orang-orang cacat yang percaya akan keajaiban jika mereka bisa berprestasi seperti orang-orang normal lainnya atau bahkan bisa dan sanggup untuk melebihinya.
Dari negeri sendiri, Anda bisa lihat perjuangan Gola Gong yang mampu menjadikan dirinya sebagai penulis terbaik, walau ia sudah kehilangan tangannya sejak kecil. Ada juga Angkie Yudistia, seorang penderita tunarungu yang berhasil menjadi seorang penulis buku dan public relation, serta masih banyak lagi tokoh-tokoh lainnya.
Kisah-kisah ini bukanlah kisah-kisah biasa, karena melalui kisah-kisah ini, Anda bisa termotivasi sehingga Anda bisa yakin dan dengan lantangnya akan mengatakan "I Know I Can".
Kisah-kisah ini berdasarkan pada kisah-kisah yang real, nyata, juga sesungguhnya dan pernah terjadi di dalam kehidupan yang nyata ini, juga di kutip dari sumber yang dapat dipercaya dan bisa di pertanggung-jawabkan.
Kisah sang mantan Presiden RI ke 4
KH. ABDURRAHMAN WAHID
Cacat Mata Tak Menyurutkan Keinginannya Untuk Menjadi Presiden
A. Masa Kecil Sang Mantan Presiden
KH. Abdurrahman Wahid atau yang sering kita sebut dengan Gus Dur merupakan tokoh yang cukup fenomenal di Indonesia. Beliau yang sering disebut-sebut sebagai Bapak Demokrasi Pluralis ini lahir di Jombang, Jawa Timur pada 7 September 1940. Perlu diketahui bahwa beliau ini adalah cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama yaitu KH. Hasyim Asyhari.
Meskipun beliau telah berpulang ke rahmatullah pada 30 Desember 2009 lalu, namun namanya masih tetap harum hingga detik ini. Segala jasa-jasanya dalam membangun negeri ini masih tetap diingat sampai saat ini, bahkan hingga akhir masa ini.
Ia lahir dari pasangan Wakhid Hasyim dan Solichah. Pada awalnya, Gus Dur terlahir dengan nama Abdurrahman dalam bahasa Arab, kata Ad Dakhil memiliki arti "penakluk". Namun, karena satu alasan, akhirnya nama Ad Dakhil diganti dengan Wahid.
Gus Dur kecil adalah seorang lelaki yang biasa-biasa saja. Walaupun beliau adalah cucu dari seorang pahlawan, tapi Gus Dur tidak pernah lupa akan ajaran sang kakek untuk tidak mengabaikan kepentingan orang-orang di sekitarnya.
Pada tahun 1944, Gus Dur kecil terpaksa meninggalkan Jombang dan menuju ke Jakarta karena mengikuti sang ayah. Kala itu, sang ayah resmi terpilih sebagai ketua Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI, Gus Dur bersama keluarganya pun kembali ke Jombang. Namun itu tidaklah berlangsung lama, beberapa saat kemudian beliau harus kembali lagi ke Jakarta karena sang ayah terpilih menjadi Menteri Agama di tahun 1949. Akhirnya, Gus Dur pun resmi menetap di Jakarta.
Setelah berhasil beradaptasi di Jakarta, Gus Dur kecil pun mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya. Di usianya yang menginjak 6 tahun, Gus Dur pun mendaftarkan diri untuk menempuh pendidikan di SD KRIS sebelum akhirnya ia pindah ke SD Matraman Perwari.
Setelah berhasil menamatkan pendidikan dasarnya, Gus Dur pun menempuh pendidikan jenjang selanjutnya sambil menjadi seorang santri di Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta. Di sana beliau tidak hanya belajar banyak hal mengenai agama, tapi juga ilmu politik dan lain sebagainya. Bahkan, Gus Dur juga pernah menyelesaikan buku Das Kapitalis karya dari Karl Marx.
Setelah lulus SMP, Gus Dur pun kembali menempuh pendidikan di Pendidikan Muslim di Pondok Tegalrejo, Magelang. Gus Dur adalah salah satu figur yang tak pernah mau berhenti belajar. Setelah menempuh pendidikan di tempat tersebut selama 2 tahun, Gus Dur pun melanjutkan pendidikannya di Pesantren Tambakberas di Jombang pada tahun 1959. Di tempat tersebut, Gus Dur juga bekerja sebagai seorang guru, namun seiring berjalannya waktu beliau pun menjadi seorang kepala sekolah di tempat tersebut.
Selain pernah menjabat sebagai seorang kepala sekolah, Gus Dur pun juga sempat menjadi seorang jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.
KH. Abdurrahman Wahid atau yang sering kita sebut dengan Gus Dur merupakan tokoh yang cukup fenomenal di Indonesia. Beliau yang sering disebut-sebut sebagai Bapak Demokrasi Pluralis ini lahir di Jombang, Jawa Timur pada 7 September 1940. Perlu diketahui bahwa beliau ini adalah cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama yaitu KH. Hasyim Asyhari.
Meskipun beliau telah berpulang ke rahmatullah pada 30 Desember 2009 lalu, namun namanya masih tetap harum hingga detik ini. Segala jasa-jasanya dalam membangun negeri ini masih tetap diingat sampai saat ini, bahkan hingga akhir masa ini.
Ia lahir dari pasangan Wakhid Hasyim dan Solichah. Pada awalnya, Gus Dur terlahir dengan nama Abdurrahman dalam bahasa Arab, kata Ad Dakhil memiliki arti "penakluk". Namun, karena satu alasan, akhirnya nama Ad Dakhil diganti dengan Wahid.
Gus Dur kecil adalah seorang lelaki yang biasa-biasa saja. Walaupun beliau adalah cucu dari seorang pahlawan, tapi Gus Dur tidak pernah lupa akan ajaran sang kakek untuk tidak mengabaikan kepentingan orang-orang di sekitarnya.
Pada tahun 1944, Gus Dur kecil terpaksa meninggalkan Jombang dan menuju ke Jakarta karena mengikuti sang ayah. Kala itu, sang ayah resmi terpilih sebagai ketua Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
Setelah peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI, Gus Dur bersama keluarganya pun kembali ke Jombang. Namun itu tidaklah berlangsung lama, beberapa saat kemudian beliau harus kembali lagi ke Jakarta karena sang ayah terpilih menjadi Menteri Agama di tahun 1949. Akhirnya, Gus Dur pun resmi menetap di Jakarta.
Setelah berhasil beradaptasi di Jakarta, Gus Dur kecil pun mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitarnya. Di usianya yang menginjak 6 tahun, Gus Dur pun mendaftarkan diri untuk menempuh pendidikan di SD KRIS sebelum akhirnya ia pindah ke SD Matraman Perwari.
Setelah berhasil menamatkan pendidikan dasarnya, Gus Dur pun menempuh pendidikan jenjang selanjutnya sambil menjadi seorang santri di Pondok Pesantren Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta. Di sana beliau tidak hanya belajar banyak hal mengenai agama, tapi juga ilmu politik dan lain sebagainya. Bahkan, Gus Dur juga pernah menyelesaikan buku Das Kapitalis karya dari Karl Marx.
Setelah lulus SMP, Gus Dur pun kembali menempuh pendidikan di Pendidikan Muslim di Pondok Tegalrejo, Magelang. Gus Dur adalah salah satu figur yang tak pernah mau berhenti belajar. Setelah menempuh pendidikan di tempat tersebut selama 2 tahun, Gus Dur pun melanjutkan pendidikannya di Pesantren Tambakberas di Jombang pada tahun 1959. Di tempat tersebut, Gus Dur juga bekerja sebagai seorang guru, namun seiring berjalannya waktu beliau pun menjadi seorang kepala sekolah di tempat tersebut.
Selain pernah menjabat sebagai seorang kepala sekolah, Gus Dur pun juga sempat menjadi seorang jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya.
B. Pendidikan Sang Mantan Presiden
Tepatnya di tahun 1963, Gus Dur pun mendapatkan beasiswa untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo dari Kementrian Agama. Kemudian, pada bulan November 1963, Gus Dur pun mulai bertolak ke Mesir untuk menempuh pendidikannya. Sesampainya di sana, Gus Dur dipaksa untuk mengikuti kelas remedial sebelum mengikuti pelajaran agama Islam dan bahasa Arab. Hal tersebut terjadi karena Gus Dur tidak bisa membuktikan bahwa ia bisa berbahasa Arab.
Namun sayangnya, beliau tidak menyelesaikan pendidikannya di sana dan kemudian Gus Dur di minta mengulang pendidikan di Baghdad University, Irak. Selepas dari Irak, Gus Dur pun melanglang buana ke berbagai negara seperti Jerman dan Perancis hingga tahun 1971.
Tepatnya di tahun 1963, Gus Dur pun mendapatkan beasiswa untuk belajar di Universitas Al Azhar, Kairo dari Kementrian Agama. Kemudian, pada bulan November 1963, Gus Dur pun mulai bertolak ke Mesir untuk menempuh pendidikannya. Sesampainya di sana, Gus Dur dipaksa untuk mengikuti kelas remedial sebelum mengikuti pelajaran agama Islam dan bahasa Arab. Hal tersebut terjadi karena Gus Dur tidak bisa membuktikan bahwa ia bisa berbahasa Arab.
Namun sayangnya, beliau tidak menyelesaikan pendidikannya di sana dan kemudian Gus Dur di minta mengulang pendidikan di Baghdad University, Irak. Selepas dari Irak, Gus Dur pun melanglang buana ke berbagai negara seperti Jerman dan Perancis hingga tahun 1971.
C. Gus Dur dan Indera Penglihatannya
Pada tahun 1985, Gus Dur mengalami gangguan mata atau yang sering disebut dengan Glaukoma. Adapun pengertian dari glaukoma adalah sekumpulan penyakit mata karena kerusakan syaraf mata (nervus opticus) yang terletak di belakang mata dan bisa menyebabkan penurunan penglihatan tepi (perifer) hingga berujung dengan kebutaan.
Berbagai macam pengobatan sudah beliau lakukan, namun penyakit pada matanya belum juga sembuh. Beberapa dokter yang pernah memeriksa Gus Dur menyebutkan bahwa syaraf pada Gus Dur sudah rusak.
Penyakit tersebut menyebabkan penglihatan Gus Dur terganggu secara bertahap. Namun Gus Dur masih bisa dibilang beruntung karena hanya mata sebelah kirinya saja yang rusak sedangkan mata bagian kanannya masih bisa diselamatkan.
Pada bulan Februari 1997, kesehatan KH. Abdurrahman Wahid berangsur memburuk. Beliau merasakan lengan kanannya yang terasa sakit karena infeksi. Adapun penyebab dari infeksi tersebut belum diketahui.
Kesehatan sang mantan Presiden pun terlihat semakin memburuk saja di tahun 2005. Pada tahun tersebut, Gus Dur sudah harus melakukan cuci darah tiga kali seminggu karena fungsi ginjalnya tidak lagi bekerja dengan sempurna. Selanjutnya pada bulan Maret 2006, Gus Dur kembali harus menginap di RSCM untuk melakukan operasi ginjal. Tapi, sayangnya kondisi Gus Dur saat itu belumlah siap untuk dilakukannya operasi.
Kemudian pada 13 April 2009, KH. Abdurrahman Wahid kembali menjalani cuci darah di RSCM. Kemudian pada bulan Juli 2009, Gus Dur divonis mengidap alodonia, yaitu semacam rasa sakit dari syaraf yang kemudian menimbulkan rasa nyeri di seluruh badannya.
Pada 25 Desember 2009, Gus Dur kembali menginap di RSCM, Jakarta, setelah sebelumnya beliau dirawat di Rumah Sakit Umum Jombang. Kondisi beliau pun semakin memburuk hingga akhirnya beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 30 Desember 2009.
Pada tahun 1985, Gus Dur mengalami gangguan mata atau yang sering disebut dengan Glaukoma. Adapun pengertian dari glaukoma adalah sekumpulan penyakit mata karena kerusakan syaraf mata (nervus opticus) yang terletak di belakang mata dan bisa menyebabkan penurunan penglihatan tepi (perifer) hingga berujung dengan kebutaan.
Berbagai macam pengobatan sudah beliau lakukan, namun penyakit pada matanya belum juga sembuh. Beberapa dokter yang pernah memeriksa Gus Dur menyebutkan bahwa syaraf pada Gus Dur sudah rusak.
Penyakit tersebut menyebabkan penglihatan Gus Dur terganggu secara bertahap. Namun Gus Dur masih bisa dibilang beruntung karena hanya mata sebelah kirinya saja yang rusak sedangkan mata bagian kanannya masih bisa diselamatkan.
Pada bulan Februari 1997, kesehatan KH. Abdurrahman Wahid berangsur memburuk. Beliau merasakan lengan kanannya yang terasa sakit karena infeksi. Adapun penyebab dari infeksi tersebut belum diketahui.
Kesehatan sang mantan Presiden pun terlihat semakin memburuk saja di tahun 2005. Pada tahun tersebut, Gus Dur sudah harus melakukan cuci darah tiga kali seminggu karena fungsi ginjalnya tidak lagi bekerja dengan sempurna. Selanjutnya pada bulan Maret 2006, Gus Dur kembali harus menginap di RSCM untuk melakukan operasi ginjal. Tapi, sayangnya kondisi Gus Dur saat itu belumlah siap untuk dilakukannya operasi.
Kemudian pada 13 April 2009, KH. Abdurrahman Wahid kembali menjalani cuci darah di RSCM. Kemudian pada bulan Juli 2009, Gus Dur divonis mengidap alodonia, yaitu semacam rasa sakit dari syaraf yang kemudian menimbulkan rasa nyeri di seluruh badannya.
Pada 25 Desember 2009, Gus Dur kembali menginap di RSCM, Jakarta, setelah sebelumnya beliau dirawat di Rumah Sakit Umum Jombang. Kondisi beliau pun semakin memburuk hingga akhirnya beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 30 Desember 2009.
D. Prestasi Membanggakan Sang Mantan Presiden
Meskipun memiliki gangguan pada matanya, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat Gus Dur untuk mengabdikan dirinya di Indonesia ini. Segudang prestasi membanggakan telah berhasil diraihnya seperti berikut ini:
Meskipun memiliki gangguan pada matanya, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat Gus Dur untuk mengabdikan dirinya di Indonesia ini. Segudang prestasi membanggakan telah berhasil diraihnya seperti berikut ini:
1. Pada tahun 2004, beliau meraih Anugrah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Jakarta, Indonesia.
2. Masih di tahun 2004, Gus Dur meraih The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia.
3. Di tahun 2003, Gus Dur meraih Global Tolerance Award, Friends of the United Nations, New York, Amerika Serikat.
4. Pada tahun 2003 juga, Gus Dur berkesempatan untuk mendapatkan World Peace Prize Award, World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan.
5. Masih di tahun 2003, KH. Abdurrahman Wahid juga meraih penghargaan Dare to Fail Award, Billi PS Lim, penulis buku paling laris "Dare to Fail", Kuala Lumpur, Malaysia.
6. Pada tahun 2002, Gus Dur meraih dua penghargaan nasional yaitu Pin Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia dan juga gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA), Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
7. Pada tahun 2001, KH. Abdurrahman Wahid mendapatkan Public Service Award, Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat.
8. Pada tahun 2000, Gus Dur kembali memperoleh dua penghargaan, yaitu Ambassador of Peace, International and Interreligious Federation for World Peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat dan Paul Harris Fellow, The Rotary Foundation of Rotary International.
9. Pada tahun 1998, beliau mendapatkan gelar sebagai Man of The Year dari Majalah REM, Indonesia.
10. Pada tahun 1993, beliau mendapatkan Magsaysay Award, Manila, Filipina
11. Pada tahun 1991, Gus Dur meraih Islamic Missionary Award, Pemerintah Mesir
12. Pada tahun 1990, beliau mendapatkan gelar Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia.
Selain penghargaan tersebut di atas, Gus Dur juga pernah meraih gelar Doktor Kehormatan, yaitu sebagai berikut di bawah ini:
1. Netanya University, Israel (2003)
2. Konkuk University, Seoul, South Korea (2003)
3. Sun Moon University, Seoul, South Korea (2003)
4. Soka Gakkai University, Tokyo, Japan (2002)
5. Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
6. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2001)
7. Pantheon Sorborne University, Paris, France (2000)
8. Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (1999)
2. Konkuk University, Seoul, South Korea (2003)
3. Sun Moon University, Seoul, South Korea (2003)
4. Soka Gakkai University, Tokyo, Japan (2002)
5. Thammasat University, Bangkok, Thailand (2000)
6. Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2001)
7. Pantheon Sorborne University, Paris, France (2000)
8. Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand (1999)
Tak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Segala bentuk keterbatasan dalam diri seseorang bukanlah suatu alasan yang tepat untuk berhenti berprestasi. Gus Dur sendiri telah berhasil membuktikannya kepada dunia, lalu bagaimana kah dengan Anda?
Perfectionism is simply putting a limit on your future. When you have an idea of perfect in your mind, you open the door to constantly comparing what you have now with what you want. That type of self criticism is significantly deterring.
Artinya:
Kesempurnaan membatasi masa depan; pemikiran tentang menjadi sempurna menjadi awal proses membandingkan antara kenyataan dengan keinginan. Kritik diri semacam ini sangat tidak menguntungkan.
(John Eliot, Ph.D)
Kesempurnaan membatasi masa depan; pemikiran tentang menjadi sempurna menjadi awal proses membandingkan antara kenyataan dengan keinginan. Kritik diri semacam ini sangat tidak menguntungkan.
(John Eliot, Ph.D)
Kesempurnaan fisik bukan jaminan bagi seseorang untuk dapat berhasil sukses, tetapi keterbatasan fisik justru kadang membawa seseorang kepada keberhasilan dan sukses.
Who never tries can never win a price
(Aristoteles)
(Aristoteles)
Artinya:
Orang yang tidak pernah berusaha melakukan sesuatu pekerjaan maka ia tak akan pernah berhasil.
Orang yang tidak pernah berusaha melakukan sesuatu pekerjaan maka ia tak akan pernah berhasil.
Bisakah Anda terus berkarya ketika Anda sedang mengalami sedikit halangan dalam karir Anda?
Don't stop, never give up
Hold your head high and reach the top
Let the world see what you have got
Bring it all back to you
Hold your head high and reach the top
Let the world see what you have got
Bring it all back to you
Artinya
Jangan pernah berhenti, jangan pernah menyerah
Tegakkan kepalamu hingga mencapai puncak
Biarkan dunia melihat apa yang Anda sudah dapatkan
Bawalah kembali semua itu kepada Anda
(S Club 7 - Bring It All Back To You)
Jangan pernah berhenti, jangan pernah menyerah
Tegakkan kepalamu hingga mencapai puncak
Biarkan dunia melihat apa yang Anda sudah dapatkan
Bawalah kembali semua itu kepada Anda
(S Club 7 - Bring It All Back To You)
Bangkitlah sekarang juga. Bukalah lembaran baru dan isilah lembaran baru tersebut dengan hal-hal yang menyenangkan dan bisa membangkitkan semangat Anda lagi. Jika Gus Dur saja bisa bangkit dari keterpurukannya dan berani menghadapi masa depan sebagai manusia baru, mengapa Anda tidak mencobanya?
I know the price of success: dedication, hard work, and an unremitting devotion to think you want to see happen
Aku tahu harga kesuksesan: dedikasi, kerja keras, dan kesetiaan tanpa pamrih kepada hal-hal yang ingin anda wujudkan.
Frank Lyod Wright - Arsitek Amerika (1869 - 1959)
Frank Lyod Wright - Arsitek Amerika (1869 - 1959)
loading...